Nama : Satrio Yudha Gusema
Kelas : 2ea12
Npm : 19211402
Sejarah HAM di Indonesia
HAM/Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia
sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu
gugat siapa pun.
Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak
asasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan,
jabatan, dan lain sebagainya.
Hak-hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan
Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Oleh karenanya tidak
ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian
bukan berarti dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab
apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan melanggar
hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pada hakikatnya Hak Asasi Manusia terdiri atas dua hak dasar yang paling
fundamental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak
dasar inilah lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini,
hak asasi manusia lainnya sulit akan ditegakkan.
Mengingat begitu pentingnya proses internalisasi pemahaman Hak Asasi
Manusia bagi setiap orang yang hidup bersama dengan orang lainnya, maka
suatu pendekatan historis mulai dari dikenalnya Hak Asasi Manusia sampai
dengan perkembangan saat ini perlu diketahui oleh setiap orang untuk
lebih menegaskan keberadaan hak asasi dirinya dengan hak asasi orang
lain.
SEJARAH HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM
Dalam al Qur'an terdapat beberapa ayat yang berkaitan dengan hak asasi manusia diantaranya adalah :
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar.
Merekalah orang-orang
yang beruntung." (Ali Imran : 104)
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa harus ada generasi penerus yang
mengajak dalam kebaikan agar tidak terjadi pelanggaran HAM
(kemungkaran), ayat diatas dikaitkan dengan hadist berikut :
'Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran maka hendaklah ia
mengubahnya dengan tangannya, bila tidak mampu maka dengan lisannya,
bila tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya
iman.' (HR Muslim)
SEJARAH INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan
lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara
lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut
(raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada
hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai
pertanggungjawaban dimuka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak
kebal hukum lagi dan mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu
mulai dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan harus
mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen.
Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan
bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang
pada masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian,
kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi
konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka.
Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih
konkret, dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689.
Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa manusia
sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat
dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. Bill of Rights melahirkan
asas persamaan. Para pejuang HAM dahulu sudah berketatapan bahwa hak
persamaan harus diwujudkan betapapun beratnya resiko yang dihadapi
karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan.
Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori Roesseau (tentang
contract social/perjanjian masyarakat), Motesquieu dengan Trias
Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani,
John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak
dasar kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American
Declaration of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan
Montesqueu. Jadi, walaupun di Perancis sendiri belum dirinci apa HAM
itu, tetapi di Amerika Serikat lebih dahulu mencanangkan secara lebih
rinci. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam
perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus
dibelenggu.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana
hak-hak yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara
lain dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang
semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa
surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula
presumption of innocence, artinya orang-orany yang ditangkap kemudian
ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada
keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia
bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression
(bebas mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut
keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan
terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya. Jadi, dalam French
Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin
tumbuhnyademokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya sudah
dicanangkan sebelumnya.
Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang
dicanangkan pada tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia
Americana, p.654 tersebut di bawah ini :
"The first is freedom of speech and expression everywhere in the world.
The second is freedom of every person to worship God in his own
way-every where in the world. The third is freedom from want which,
translated into world terms, means economic understandings which will
secure to every nation a healthy peacetime life for its
inhabitants-every where in the world. The fourth is freedom from
fear-which, translated into world terms, means a worldwide reduction of
armaments to such a point and in such a through fashion that no nation
will be in a position to commit an act of physical agression against any
neighbor-anywhere in the world."
Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan
berjuta-juta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan
HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal
Declaration of Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.
SEJARAH NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal
10 Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak
peradaban umat manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat
kekejaman dan keaiban yang dilakukan negara-negara Fasis dan Nazi Jerman
dalam Perang Dunia II.
Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar
negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua
bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke
luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung
tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar
terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang
dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke
dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus
senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing
negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh
pemerintahnya.
Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan
demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia
si suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern
rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah
bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka
absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu
negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM
internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi
internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
Adapun hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal
yang termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai
kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar
belakang primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di muka
bumi ini. Semua manusia adalah sama. Semua kandungan nilai-nilainya
berlaku untuk semua.
Di Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di
Sulawesi Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam
buku-buku adat (Lontarak). Antara lain dinyatakan dalam buku Lontarak
(Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja berselisih faham dengan Dewan
Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila para Dewam Adat sendiri
berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang
telah disorot sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh Raja-Raja
dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum
Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di
Indonesia, namun dalam perkembangannya tidak menonjol karena kurang
dipublikasikan.
Human Rights selalu terkait dengan hak individu dan hak masyarakat. Ada
yang bertanya mengapa tidak disebut hak dan kewajban asasi. Juga ada
yang bertanya mengapa bukan Social Rights. Bukankan Social Rights
mengutamakan masyarakat yang menjadi tujuan ? Sesungguhnya dalam Human
Rights sudah implisit adanya kewajiban yang harus memperhatikan
kepentingan masyarakat. Demikian juga tidak mungkin kita mengatakan ada
hak kalau tanpa kewajiban. Orang yang dihormati haknya berkewajiban pula
menghormati hak orang lain. Jadi saling hormat-menghormati terhadap
masing-masing hak orang. Jadi jelaslah kalau ada hak berarti ada
kewajiban. Contoh : seseorang yang berhak menuntut perbaikan upah,
haruslah terlebih dahulu memenuhi kewajibannya meningkatkan hasil
kerjanya. Dengan demikian tidak perlu dipergunakan istilah Social
Rights karena kalau kita menghormati hak-hak perseorangan (anggota
masyarakat), kiranya sudah termasuk pengertian bahwa dalam memanfaatkan
haknya tersebut tidak boleh mengganggu kepentingan masyarakat. Yang
perlu dijaga ialah keseimbangan antara hak dan kewajiban serta antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum (kepentingan
masyarakat). Selain itu, perlu dijaga juga keseimbangan antara kebebasan
dan tanggungjawab. Artinya, seseorang memiliki kebebasan bertindak
semaunya, tetapi tidak memperkosa hak-hak orang lain.
Hak Asasi Manusia Dalam Amandemen UUD 1945
Indonesia memiliki konstitusi dasar yang disebut dengan Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945). Semenjak masa reformasi hingga sekarang
Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami amandemen atau perubahan
sebanyak empat kali yaitu :
1. Perubahan Pertama, disahkan 19 Oktober 1999
2. Perubahan Kedua, disahkan 18 Agustus 2000
3. Perubahan Ketiga, disahkan 10 November 2001
4. PerubahanKeempat, disahkan 10 Agustus 2002
Bagaimanapun, amandemen UUD 1945 masih jauh dari kata sempurna. Masih
banyak problem kebangsaan yang mustinya diatur langsung dalam UUD, namun
tidak/belum dicantumkan di dalamnya. Sebaliknya, barangkali terdapat
beberapa poin yang mustinya tidak dimasukkan, tetapi dimasukkan dalam
UUD. Salah satu poin penting yang terdapat dalam amandemen UUD 1945
adalah mengenai hak asasi manusia yang merupakan hak dasar yang melekat
pada manusia sebagai insan ciptaan Tuhan yang dimiliki menurut kodratnya
dan tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya yang bersifat luhur dan
suci.
UUD 1945 bukanlah sekedar cita-cita atau dokumen bernegara, akan tetapi
ia harus diwujudnyatakan dalam berbagai persoalan bangsa akhir-akhir
ini. Misalnya, kenyataan masih seringnya pelanggaran HAM terjadi di
negeri ini, antara lain; kasus pembunuhan aktivis Munir, kasus
penggusuran warga, jual-beli bayi, aborsi, dan seterusnya Di bidang HAM
masih banyak terjadi perlakuan diskriminasi antara si kaya dan si
miskin, hukum memihak kekuasaan, korupsi dan kolusi di pengadilan, dan
lain-lain. Demikian pula masalah kesenjangan sosial, busung lapar,
pengangguran dan kemiskinan. Realitas kehidupan di atas hendaknya
menjadi bahan refleksi bagi seluruh komponen bangsa Indonesia.
Pada posisi ini, amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dinilai belum
transformatif. Konstitusi ini masih bersifat parsial, lebih terfokus
pada aspek restriktif negara dan aspek protektif individu dalam hak
asasi manusia. Tiga hal yang belum disentuh amandemen UUD 1945 adalah
bagaimana cara rakyat menarik kedaulatannya, penegasan mengenai
supremasi otoritas sipil atas militer, serta penegasan dan penjaminan
otonomi khusus dalam konstitusi.
Meski demikian, amandemen UUD 1945 sesungguhnya telah memuat begitu
banyak pasal-pasal tentang pengakuan hak asasi manusia. Memang UUD 1945
sebelum amandemen, boleh dikatakan sangat sedikit memuat
ketentuan-ketentuan tentang hal itu, sehingga menjadi bahan kritik, baik
para pakar konstitusi, maupun politisi dan aktivis HAM. Dimasukkannya
pasal-pasal HAM memang menandai era baru Indonesia, yang kita harapkan
akan lebih memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan hak asasi
manusia. Pemerintah dan DPR, juga telah mensahkan berbagai instrument
HAM internasional, di samping juga mensahkan undang-undang tentang HAM.
Kecurigaan bahwa konsep HAM yang diadaptasi oleh bangsa Indonesia selama
ini dari Barat diantisipasi oleh amandemen pada pasal Pasal 28J UUD
1945 yang mengatur adanya pembatasan HAM. Karena itu, pemahaman terhadap
Pasal 28J pada saat itu adalah pasal mengenai pembatasan HAM yang
bersifat sangat bebas dan indvidualistis itu dan sekaligus pasal
mengenai kewajiban asasi. Jadi tidak saja hak asasi tetapi juga
kewajiban asasi.
Dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, ketentuan hak
asasi manusia di dalam Undang-Undang Dasar 1945 relatif sedikit, hanya 7
pasal, yaitu Pasal 27, 28, 29, 30, 31, 31, dan 34. Sedangkan di dalam
UUDS 1950 didapati cukup lengkap pasal-pasal HAM, yaitu 35 pasal, yakni
dari Pasal 2 sampai dengan Pasal 42. Jumlah pasal di dalam UUDS 1950
hampir sama dengan yang tercantum di dalam Universal Declaration of
Human Rights.
Meskipun UUD 1945 tidak banyak mencantumkan pasal tentang HAM,
kekurangan tersebut telah dipenuhi dengan lahirnya sejumlah
undang-undang, antara lain UU Nomor 14 Tahun 1970 dan UU Nomor 8 Tahun
1981 yang mencantumkan banyak ketentuan tentang HAM. UU Nomor 14 Tahun
1970 memuat 8 pasal tentang HAM, sedangkan UU Nomor 8 Tahun 1981 memuat
40 pasal. Lagi pula di dalam Pembukaan UUD 1945 didapati sebuah
pernyataan yang mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan
HAM. "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
Ketentuan HAM dalam UUD 1945 yang menjadi basic law adalah norma
tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara. Karena letaknya dalam
konstitusi, maka ketentuan-ketentuan mengenai HAM harus dihormati dan
dijamin pelaksanaanya oleh negara. Karena itulah pasal 28I ayat (4) UUD
1945 menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan
HAM adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah.
Memang di dalam UUD 1945 ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang HAM
relatif terbatas, tetapi hal ini tidak akan menghambat penegakan HAM,
karena sudah diperlengkapi dengan undang-undang lain, seperti UU Pokok
Kekuasaan Kehakiman, UU Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU Hak Asasi
Manusia, dan UU Pengadilan HAM. Sekalipun demikian, telah diusulkan juga
untuk membuka kesempatan memasukkan pasal-pasal HAM ke dalam UUD 1945
melalui amandemen. Adapun hak asasi manusia yang ditetapkan dan tertuang
hingga amandemen ke 4 UUD 1945 yaitu:
• Pasal 29 Ayat 2 , tentang jaminan dari pemerintah kepada warga negara akan haknya memeluk agama.
• Pasal 30 Ayat 1, tentang hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan keamanan.
• Pasal 31 Ayat 1, tentang hak warga untuk mendapat pendidikan
• Pasal 34 Ayat 2 “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan.” Berisi tentang hak warga negara
Indonesia untuk mendapat jaminan sosial dari negara.
Sebenarnya secara spesifik amandemen UUD 1945 tentang HAM telah
tertuang dalam pasal 28 yang diajukan pada masa amandemen yang kedua 18
Agustus 2000 dengan menambahkan satu bab khusus, yaitu Bab X-A tentang
Hak Asasi Manusia mulai Pasal 28 A sampai dengan 28 J. Sebagian besar
isi perubahan tersebut mengatur hak-hak sipil dan politik, hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya. Adapun hak asasi manusia yang ditetapkan
dalam Bab X A UUD 1945 adalah :
• Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A)
• Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasal 28 B Ayat 1)
• Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B Ayat 2)
• Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C Ayat 1)
• Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C Ayat 1)
• Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28 C Ayat 2)
• Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil
dan perlakuan yang sama di depan hukum (Pasal 28 D Ayat 1)
• Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D Ayat 3)
• Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D Ayat 3)
• Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D Ayat 4)
• Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E ayat 1)
• Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E Ayat 1)
• Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E Ayat 1)
• Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E Ayat 1)
• Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (Pasal 28 E Ayat 2)
• Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3)
• Hak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi (Pasal 28 F)
• Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda (Pasal 28 G Ayat 1)
• Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia
(Pasal 28 G Ayat 1)
• Hak untuk bebeas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G Ayat 2)
• Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H Ayat 1)
• Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H Ayat 1)
• Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H Ayat 2)
• Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H Ayat 3)
• Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapa pun (Pasal 28 H Ayat 4)
• Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif) (Pasal 28 I Ayat 1)
• Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apa pun dan
berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif (Pasal 28 I
Ayat 2)
• Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (Pasal 28 I Ayat 3)
Sehubungan dengan substansi peraturan perundang-undangan, maka ada dua
hal yang harus diperhatikan oleh pembentuk peraturan perundang-undangan.
Pertama; pengaturan yang membatasi HAM hanya dapat dilakukan dengan
undang-undang dan terbatas yang diperkenankan sesuai ketentuan Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945. Karena itu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden
dan seterusnya pada tingkat bawah tidak dapat membatasi HAM. Kedua;
substansi peraturan perundang-undangan harus selalu sesuai dengan
ketentuan-ketentuan HAM yang ada dalam UUD 1945.
Pelanggaran terhadap salah satu saja dari kedua aspek tersebut dapat
menjadi alasan bagi seseorang, badan hukum atau masyarakat hukum adat
untuk menyampaikan permohonan pengujian terhadap undang-undang tersebut
kepada Mahkamah Konstitusi dan jika bertentangan dengan UUD dapat saja
undang-undang tersebut sebahagian atau seluruh dinyatakan tidak
berkekuatan mengikat. Jadi mekanisme kontrol terhadap kekuasaan negara
pembentuk undang-undang dilakukan oleh rakyat melalui Mahkamah
Konstitusi. Dengan proses yang demikian menjadikan UUD kita menjadi UUD
yang hidup, dinamis dan memiliki nilai praktikal yang mengawal
perjalanan bangsa yang demokratis dan menghormati HAM. Namun, penegakan
HAM tidak akan terwujud hanya dengan mencantumkannya dalam konstitusi.
Semua pihak berkewajiban mengimplementasikannya dalam seluruh aspek
kehidupan. Kita menyadari penegakan HAM tidak seperti membalik telapak
tangan. Ia harus diawali dari level paling rendah, yaitu diri sendiri.
\
Menurut saya peran hukum di Indonesia sudah baik tapi kurang maksimal banyak ketidak adilan di dalamnya Contohnya : Maling sendal di penjara bisa sampe 6 tahun sedangkan para koruptor cuman setahun dua tahun itupun dengan fasilitas yang sangat nyaman .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar