Paham Kekuasaan dan geopolitik
1. Paham
Kekuasaan dan Teori Geopolitik
· Paham
Kekuasaan Indonesia
Bangsa Indonesia yang berfalsafah dan berideologi pancasila menganut
paham tentang perang dan damai berdasarkan :
“Bangsa Indonesia cinta damai akan tetapi lebih cinta kemerdekaan”.
Dengan demikian wawasan nasional bangsa Indonesia tidak mengembangan ajaran
kekuasaan dan adu kekuatan karena hal tersebut mengandung persengketaan dan
ekspansionisme.
· Teori
Geopolitik
Geopolitik berasal dari dua kata, yaitu “geo” dan “politik”. Maka,
Membicarakan pengertian geopolitik, tidak terlepas dari pembahasan mengenai
masalah geografi dan politik. “Geo” artinya Bumi/Planet Bumi. Menurut Preston
E. James, geografi mempersoalkan tata ruang, yaitu sistem dalam hal menempati
suatu ruang di permukaan Bumi.
Dengan demikian geografi bersangkut-paut dengan interrelasi antara
manusia dengan lingkungan tempat hidupnya. Sedangkan politik, selalu
berhubungan dengan kekuasaan atau pemerintahan.
Dalam studi Hubungan Internasional, geopolitik merupakan suatu kajian
yang melihat masalah / hubungan internasional dari sudut pandang ruang atau
geosentrik. Konteks teritorial di mana hubungan itu terjadi bervariasi dalam
fungsi wilayah dalam interaksi, lingkup wilayah, dan hirarki aktor: dari
nasional, internasional, sampai benua-kawasan, juga provinsi atau lokal.
Dari beberapa pengertian diatas, pengertian geopolitik dapat lebih
disederhanakan lagi. Geopolitik adalah suatu studi yang mengkaji
masalah-masalah geografi, sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada
politik internasional. Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu
wilayah geografi, yang mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah
tersebut. Geopolitik mempunyai 4 unsur yang pembangun, yaitu keadaan geografis,
politik dan strategi, hubungan timbal balik antara geografi dan politik, serta
unsur kebijaksanaan.
Geopolitik, dibutuhkan oleh setiap negara di dunia, untuk memperkuat
posisinya terhadap negara lain, untuk memperoleh kedudukan yang penting di
antara masyarakat bangsa-bangsa, atau secara lebih tegas lagi untuk menempatkan
diri pada posisi yang sejajar di antara negara-negara raksasa.
Hukum Laut Indonesia
Memilik
sejarah, negara Indonesia yang cukup dikenal wilayahnya merupakan kumpulan dari
pulau-pulau besar dan kecil, dalam praktek ketatanegaraannya telah
memperlakukan ketentuan selebar 12 mil laut. Dimana pada tanggal 13 Desember
1957 pemerintah RI mengeluarkan pernyataan yang dikenal “Deklarasi H. Djuanda”.
Dikeluarkannya
deklarasi ini dimakhsudkan untuk menyatukan wilayah daratan yang terpecah-pecah
sehingga deklarasi akan menutup adanya lautan bebas yang berada di antara
pulau-pulau wilayah daratan.
Adapun
pertimbangan-pertimbangan yang mendorong pemerintah RI sebagai suatu negara
kepulauan sehingga mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairan Indonesia
adalah :
- Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan, yang terdiri atas 13.000 lebih pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di lautan.
- Demi untuk kesatuan wilayah negara RI, agar semua kepulauan dan perairan ( selat ) yang diantaranya merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lainnya, atau antara pulau dengan perairannya.
- Bahwa penetapan batas perairan wilayah sebagai menurut “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen Ordonampie 1939” yang dimuat dalam Staatsblad 1939 no 442 pasal 1 ayat (1 ) sudah tidak cocok lagi dengan kepentingan Indonesia setelah merdeka
- Bahwa Indonesia setelah berdaulat sebagai suatu negara yang merdeka, mempunyai hak sepenuhnya dan berkewajiban untuk mengatur segala sesuatunya, demi untuk keamanan dan keselamatan negara serta bangsanya.
Ketentuan-ketentuan
yang mengatur hak laut Indonesia
Republik
Indonesia merupaka negara kepulauan yang berwawasan Nusantara. Secara
Geografis, keberadaan pulau-pulau yang tersebar di wilayah Indonesia sangat
startegis. Karena berdasarkan pulau-pulau tersebut batas negara ditentukan.
Telah
diketahui bahwa dalam membentuk suatu negara, wilayah merupakan salah satu
unsur utama selain tiga unsur lainnya, yaitu rakyat, pemerintahan dan
kedulatan. Oleh karena itu adanya wilayah dalam suatu negara ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan begitu pula dengan Indonesia. Dalam UUD 1945 yang
asli tidak tercantum pasal mengenai wilayah NKRI. Namun demikian pada umumnya
telah disepakati bahwa ketika para pendiri negara ini memprokalmasikan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wilayah negara RI ini
mencakup wilayah Hindia-Belanda. Oleh karena itu, wilayah negara RI merupakan
wilayah yang mengacu pada Ordansi
Hindia-Belanda 1939, yaitu “Teritoriale
Zee en Mariteme Kringen Orelonantie 1939” ( Tzmku 1939 ), pulau-pulau di
wilayah ini dipisahkan untuk laut disekelilingnya. Dalam Ordonansi/peraturan
ini setiap pulau memiliki laut disekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Hal
ini berarti kapal asing dengan leluasa dapat melayari laut yang mengelilingi
atau yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Peraturan ini diusulkan oleh seorang
penulis Italia Galliani. Ia
mengusulkan 3 mil sebagai batas perairan netral.
Dinamika
Hak Laut Indonesia
Pemerintah
Indonesia menyadari bahwa sebagai kesatuan wilayah Indonesia hal ini dirasa
sangat merugikan bangsa Indonesia sehingga pada tanggal 13 Desember 1957, saat
pemerintahan Indonesia dipimpin oleh Ir. Djuanda mengeluarkan pengumuman
pemerintah yang dikanal dengan Deklarasi Djuanda yang menyatakan bahwa Negara
Republik Indonesia merupakan negara kepulauan ( Archipelagie State ). Pada
dasarnya konsep deklarasi ini menyatakan bahwa semua laut atau perairan
diantara pulau-pulau Indonesia tidak terpisahkan dari negara Kesatuan Republik
Indonesia ( NKRI ) karena laut antar pulau merupakan laut penghubung dan satu
kesatuan dengan pualu-pulau tersebut.
Adapun
pertimbangan-pertimbangan yang mendorong perombakan batasan wilayah NKRI
sebagai berikut :
1. Bahwa bentuk Geografi Indonesia
yang berwujud negara kepulauan, yang terdiri atas 13.000 lebih pulau-pulau
besar dan kecil yang tersebar di lautan.
2. Demi untuk kesatuan wilayah NKRI,
agar semua kepulauan dan perairan ( selat ) yang ada diantaranya
merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan antara pulau yang satu
dengan yang lainnya atau antar pulau dengan perairannya.
3. Bahwa penetapan batas perairan
wilayah sebagaimana menurut “Teritoriale
Zee en Mariteme Kringen Orelonantie 1939” yang dimuat di dalam Staatsblad
1939 no 442 pasal 1 ayat ( 1 ) sudah tidak cocok dengan kepentingan Indonesia
setelah merdeka.
4. Bahwa Indonesia setelah berdaulat
sebagai suatu negara yang mrdeka, mempunyai hak sepenuhnya dan berkewajiban
untuk mengatur segala sesuatunya, demi untuk keamanan dan keselamatan negara
serta bangsanya.
Deklarasi
Djuanda ini disahkan melalui UU no 4 / PRT / 1960 tenyang perairan Indonesia
dan menjadi tonggak Sejarah kelautan Indonesia yang kemudian dikenal dengan
Wawasan Nusantara, yang merupakan konsepsi kewilayahan.
Dari
Deklarasi Djuanda ini, maka sebagian besar hasil perjuangan bangsa Indonesia
mengenai hukum laut Internasional tercantum dalam konfrensi PBB tentang hukum
laut yang dikenal dengan United Nation
Conferention on The Law of The Sea (Unclos) III tahun 1982 yang
selanjutnya disebut hukum laut (Hukla) 1982. pemerintahan Indonesia merasifikan
Hukla 1982 dengan UU no 17 tahun 1985. Upaya mencantumkan wilayah NKRI dalam UU
1945 diawali dari perubahan ke dua dan terus berlanjut sampai pada pasal 25 A
tercantum NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan
wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan UU.
Berdasarkan
Hukla, batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis
pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika
dua negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut
( 1 mil laut = 1852 m ), batas teritorial antara 2 negara tersebut adalah
Median.
Adapun
aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa
ketentuan UUD 1945
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan
ketetapan MPR yang diimplementasikan :
1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
1.4. Ketetapan MPR no II / MPR /
1983
2.
Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang
mengimplementasikannya
2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun
1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra )
2.2. Peraturan pemerintah no 8
tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan
Indonesia.
2.3. Keputusan Presiden RI no 16
tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan
asing dalam wilayah perairan Indonesia.
2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang
Landas Kontinen Indonesia
2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang
Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
2.6. Peraturan Pemerintah no 15
tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang
ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
Persetujuan
Pemenrintah Indonesia dengan berapa negara dalam penetapan garis batas Kontinen
Persetujuan
pemerintahan Indonesia dengan beberapa negara yang berbatasan tidak lepas
dengan hak dan kewajiban persetujuan yang telah dilakukan mengatur masalah
Landasan Kontinen dua negara atau lebih berbentuk peraturan perundangan
mempunyai konsekuensi untuk dilaksanakan, terjadinya pelanggaran perbatasan
berarti kemungkinan ketegangan akan timbul, oleh sebab itu disajikan
batas-batas wilayah sehingga garis batas Landas Kontinen antara :
1.
Pemerintahan Indonesia dengan pemerintahan Malaysia
Persetujuan
ke dua negara tersebut bagi pemerintahan Indonesia yang telah disahkan secara
konstitusionil diwujudkan dalam bentuk keputusan Presiden yaitu Keputusan
Presiden RI no 89 tahun 1969 menetapkan, mengesahkan persetujuan antara
pemerintah RI dengan pemerintah Indonesia tentang penetapan garis batas landas
kontinen antara ke dua negara yang di tanda tangani para delegasi masing-masing
di Kuala Lumpur pada tanggal 17 Agustus 1969.
2.
Pemerintah Indonesia dengan pemerintah Malaysia dan
Kerajaan Thauland
Hasil
persetujuan delegasi-delegasi RI dengan Malaysia dan Kerajaan Thailand di tanda
tangani di Kuala Lumpur tanggal 21 Desember 1971 dan oleh pemerintah Indonesia
secara Konstitusional di tuangkan dalam bentuk Keputusan Presiden pada 11 Maret
1972, yaitu Keputusan Presiden no 20 tahun 1972 tentang pengesahan persetujuan
antara pemerintah RI, pemerintah Malaysia dan Kerajaan Thailand dalam penetapan
garis-garis batas Kontinen di bagian utara selat Malaka.
3.
Pemerintah RI dengan Pemerintah Thailand.
Hasil
persetujuan antara pemerintahan RI dengan pemerintahan kerjaan Thailand
membicarakan batas landas kontinen dua negara dibagian selat Malaka dan di laut
Andaman, untuk memisahkan bagian kedaulatan ke dua negara di bagian wilayah
Kontinennya dan di tanda tangani di Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971 dan
oleh pemerintahan RI disahkan dalam bentuk keputusan Presiden yang ditetapkan
pada tanggal 11 Maret 1972, yaitu keputusan presiden no 21 tahun 1972.
4.
Pemerintah RI dengan pemerintah Filipina.
Sistem
yang dianut Filipina dalam penetapan batas landas kontinennya adalah sistem
yang sama dengan yang dianut oleh Indonesia yakni Middle Line atau Ekuedistant,
baik Indonesia maupun Filipina kedua nya adalah negara kepulauan. Pada bulan
Mei 1979 Filipina mengumumkan ZEE 200 milnya, dengan terjadinya penetapan batas
tersebut oleh masing-masing pihak dan diukur dari garis-garis pangkal darimana
diukur laut teritorial masing-masing yang mengelilingi kepulauannya, maka di
baigian selatan Filipina ( selatan Mindanau ) dan bagian utara Indonesia ( Laut
Sulawesi dan Sangir Talaud ).
5.
Pemerintah RI dan pemerintah Vietnam
Vietnam
telah mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairannya pada tanggal 12 Mie
1977 dan menetapkan UU Maritimnya pada bulan Januari 1980. Dalam UU tersebut
ditetapkan bahwa wilayah maritim Virtnam adalah sejauh 200 mil laut dengan
perincian 12 mil laut Teritorial, 2 mil wilayah menyangga dan selebihnya ZEE.
Menurut Guy Sacerdotti dalam tulisannya tahun 1980 menyebutkan bahwa pihak
Indonesia berpendirian bahwa tidak ada wilayah yang tumpang tindih dengan pihak
Vietnam.
6.
Pemerintah RI dengan pemerintah Papua Nugini
Kedua
negara sudah membicarakan sebelumnya pada bulan Mei 1978 yang menegaskan bahwa
perjanjian-perjanjian dahulu tetap mempunyai daya laku dan akan diadakan
persetujuan final mengenai penetapan ke dua negara, juga dalam pernyataan
bersana tersebut disebutkan bahwa tindakan-tndakan yang diambil oleh pihak
Papua Nugini untuk menetapkan Zona perikanan 200 mil serta kebijakannya dalam
pergolakan sumber-sumber daya hayati dalam zona tersebut diakui.
Konsepsi
Wawasan Nusantara menjelma menjadi pasal-pasal Konvensi Hukum Laut
Konsepsi
penguasaan lautan oleh negara atau pulau yang didekatnya (dikelilingi) seperti
yang termaktub di dalam ordinasi tersebut pada hakikatnya berasal dari adanya
kecenderungan pengaruh oleh salah satu diantara dua konsepsi dasar tentang
lautan yang berkembang sejak abad XVII.
Adapun
dua konsepsi yang dimakhsud adalah :
1. Res Nullius : yang menyatakan
bahwa lautan itu tidak ada yang memiliki, karena itu negara atau bangsa yang
berdekatan boleh memilikinya.
2. Res Comunis : yang menyatakan
bahwa lautan itu adalah milik bersama, karena itu tidak boleh dimiliki oleh
negara atau bangsa manapun. Dalam hal ini Rezim hukum laut yang dimakhsudkan
ternyata cenderung terpengaruh oleh konsepsi dasar Res Nulius meskipun terbatas
(3 mil laut).
Konsepsi
negara kepulauan yang di dalam UNCLOS I dan UNCLOS II tidak
memperoleh dukungan berarti dari negara-negara kepulauan, keduanya berubah ke
dalam dekade-dekade berikutnya. Dengan diterimanya konsepsi negara kepulauan di
dalam konvensi hukum laut 1982 dan mengundangkannya di dalam UU no 4 PRP tahun
1960.
Kanada
menyatakan bahwa setelah konvensi baru ini diterima bulan April, Konsepsi
negara kepulauan ini merupakan kemajuan yang penting yang telah dicapai oleh
UNCLOS II. Fiji menyatakan bahwa mereka telah membakukan konsepsi ini di dalam
perundang-undangan mereka. Filipina menyatakan bahwa fakta, Konvensi mengakui
kedaulatan dari negara kepulauan atas perairan kepulauannya dan udara diatas
landasan tanah di bawah, merupakan pertimbangan yang sangat menentukan untuk
Konvensi ini.
Indonesia
telah meratafisir Konvensi hukum laut 1982 dengan UU no 17 tahun 1985 tentang
pengesahan United Nation Convention On
the Law of The Sea yang diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985.
Penjelasan
UU no 17 tahun 1985 antara lain memuat sebagai berikut : Bagi bangsa dan negara
RI, Konvensi ini mempunyai arti yang penting karena untuk pertama kalinya asas
negara kepulauan yang selama 25 tahun secara terus menerus diperjuangkan oleh
Indonesia telah berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat Internasional.
Pengakuan
resmi asas negara kepulauan ini merupakan hal yang penting dalam rangka
mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan deklarasi Djuanda 13 Desember
1957, dan Wawasan Nusantara sebagaimana termakhtub dalam ketetapan MPR tentang
GBHN yang menjadi dasar bagi perwujudan kepulauan Indonesia sebagai satu
kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan
Konsepsi Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia
Pemerintah
Indonesia dalam mewujudkan semangat persatuan dan kesatuan wilayah nusantara
serta memberikan kesejahteraan bangsa, maka pemerintah Indonesia pada tanggal
21 Maret 1980, mengumumkan Deklarasi Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE I ).
Yang
dimakhsud Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut di luar laut wilayah
Indonesia sejauh 200 mil laut dari garis pangkal atau garis dasar. Pengumuman
deklarasi ZEE I berdasarkan Perpu no 4 tahun 1960 tentang perairan Indonesia.
Konsepsi
ZEE Indonesia didasarkan oleh faktor-faktor :
1.
Semakin terbatasnya persediaan ikan
Bertambahnya
jumlah penduduk akn meningkatkan permintaan ikan untuk baha makan. Sedangkan
hasil perikanan dunia akan berada di bawah tingkat permintaan. Sehingga melalui
ZEE ini, Indonesia dapat melindungi sumber-sumber daya hayati yang ada di laut.
2.
Pembangunan nasional Indonesia.
Dalam
usaha pembangunan nasional Indonesia, sumber daya alam yang terdapat di laut
sampai ke batas 200 mil dari garis-garis pangkal, dapat dimanfaatkan bagi
peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Sumber daya Alam Ini merupakan
modal dasar pembangunan guna mencapai kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia di
semua bidang kehidupan sesuai dengan UUD 1945.
3.
Zona Ekonomi Eksklusif sebagai Rezim hukum
Internasional
Di
sini berarti bahwa ZEE I telah menjadi bagian dari hukum internasional kebiasaan.
Setelah Indonesia merdeka tetapi sebelum terjadinya pembaharuan hukum atas laut
wilayah negara RI masih mendasarkan diri kepada TZMKO 1939, yang menetapkan
bahwa perairan daerah jajahan Hindia-Belanda wilayah lautnya meliputi sejauh 3
mil laut yang diukur dari garis dasar, dan ditentukan pada waktu air surut dari
masing-masing pulau, selain itu didasarkan pada aturan peralihan pasal 2 UUD
1945, pasal 192 Konstitusi RIS dan pasal 1942 UUDS.
Tetapi
kemudian aturan menurut TZMKO 1939 dirubah oleh UU no PRP tahun 1960 dengan
menetapkan batas wilayah laut adalah sejauh 12 mil yang ditentukan dari pulau
yang palig luar ke pulau yang terluar lainnya, maka UU tersebut berati
mengimplementasikan beberapa ketetntuan UUD, yaitu :
a. Alinea ke 4 pembukaan UUD 1945
yang berbunyi :
.
. . . . . .Membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia. . . . .
.
dan seterunya
b. Pasal 1 ayat ( 1 ) UUD 1945 yang
menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
Republik
Dengan
demikian maka negara kepulauan Indonesia merupakan negara kesatuan baik dilihat
dari segi Yuridis maupun dari segi kenyataan dengan laut (Perairan) berfungsi
sebagai sarana penghubung untuk pulau yang satu dengan lainnya (bukan sebagai
sarana pemisah).